Cinta Pernikahan, Dari Bunga ke Badai hingga Menemukan Kedewasaan Cinta

Table of Contents
Cinta Pernikahan
Cinta Didalam Pernikahan.

Keluarga adalah unit sosial paling dasar sekaligus pilar penting dalam kehidupan manusia. Dalam Islam, pernikahan atau perkawinan tidak sekadar ikatan emosional, melainkan sebuah lembaga suci yang memiliki tanggung jawab besar dan aturan yang jelas. Melalui pernikahan, terbentuklah keluarga, baik yang terdiri dari suami-istri, orang tua dengan anak, maupun kombinasi lainnya yang menjadi fondasi dasar dari masyarakat.

Sebagai wadah pertama dan utama, pernikahan harus dilakukan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk terciptanya keluarga bahagia. Keluarga sangat berperan dalam mengembangkan potensi setiap anggotanya. Mulai dari mempersiapkan kehamilan, mengasuh anak, membimbing remaja, hingga menuntun mereka menuju kehidupan dewasa. Lebih dari itu, keluarga juga memegang peranan vital dalam membentuk perkembangan sosial dan ekonomi anggotanya. Tidak berlebihan bila keluarga disebut sebagai sekolah pertama bagi anak-anak, tempat mereka belajar nilai, karakter, dan arah hidup. Dan semua itu berawal dari sebuah pintu bernama pernikahan.

Pernikahan Bukan Dongeng yang Lurus

Setiap pernikahan punya cerita. Banyak orang tumbuh dengan keyakinan bahwa pernikahan adalah kisah cinta panjang yang selalu indah. Dari film romantis hingga cerita dimasa kecil, kita dibiasakan percaya, bahwa setelah menikah, kisah berlanjut dengan “bahagia selamanya”. Namun, bagi siapa yang sudah menjalani kehidupan rumah tangga tahu betul, bahwa kenyataan tidak sesederhana itu.

Banyak orang membayangkan pernikahan sebagai kisah cinta panjang yang hanya dipenuhi kebahagiaan. Banyak juga yang mengira pernikahan akan berjalan lurus dari romantis ke bahagia selamanya. Seperti harapan banyak pasangan. Nyatanya, pernikahan lebih mirip perjalanan yang penuh liku, bahkan terkadang berputar seperti lingkaran. Pernikahan memiliki ritme, gelombang, bahkan siklus yang dialami hampir setiap pasangan.

Jika mau jujur, cinta dalam rumah tangga bukanlah garis lurus dari romantis menuju bahagia. Pernikahan lebih menyerupai siklus yang berulang, ritme yang penuh dinamika. Ada fase di mana perasaan meledak indah, ada saat ketika kenyataan mengejutkan, ada periode tenang penuh komitmen, dan ada pula momen kebangkitan cinta yang terasa jauh lebih dalam dibanding awal pernikahan.

Pernikahan, dengan segala dinamikanya, adalah salah satu bentuk ibadah paling unik dan panjang. Bukan hanya karena ia menyatukan dua individu dengan latar belakang berbeda, tetapi juga karena pernikahan menuntut kesabaran, kelapangan hati, dan ketulusan yang terus diperbarui.

Dalam Pernikahan, Setidaknya ada empat fase yang harus di hadapi pasangan untuk mencapai cinta pernikahan yang benar-benar matang.

  1. Fase Gairah (Honeymoon Stage)
  2. Fase Kenyataan/Kekecewaan (Disillusionment)
  3. Fase Solidaritas/Komitmen (Stability/Commitment)
  4. Fase Kebangkitan Cinta (Renewed Intimacy)
  5. Penutup

Hal ini tentunya menjadikan Pernikahan lebih mirip sebuah perjalanan. Ada tanjakan yang melelahkan, ada turunan yang membuat jantung berdegup, ada tikungan yang mengejutkan, dan sesekali jalan lurus yang menenangkan. Bahkan, sering kali pernikahan terasa seperti lingkaran yang terus berputar. Berawal dengan gairah, kemudian menghadapi realitas, bertahan melalui solidaritas, lalu jika beruntung, menemukan kembali cinta dalam bentuk yang lebih matang. Dan sebahagian besar pasangan tidak siap dalam menghadapi realita yang ada, khususnya pada pasangan yang melakukan pernikahan dini.

Tetapi, Ketika pasangan berhasil melalui empat fase ini, maka pernikahan akan menjadi sebuah Ikatan yang dalam dan tahan lama, Cinta yang timbul realistis tetapi hangat, tentunya dengan solidaritas dalam pernikahan yang hidup serta rasa saling mencintai dengan dewasa. Dan nyatanya sebahagian kecil pasangan muda tidak memahami hal ini bahkan memilih berhenti dan berpaling hati sehingga menemui kegagalan dalam membina rumah tangga dengan bercerai.

Mengapa Pernikahan Penuh Fase?

Bayangkan sebuah rumah yang baru dibangun. Di awal, semuanya tampak indah. Cat masih segar, perabotan baru, suasana penuh semangat. Namun seiring waktu, atap mulai bocor, cat memudar, dan perabotan kehilangan kilaunya. Apakah itu berarti rumah tersebut gagal? Tidak. Itu berarti rumah tersebut sedang diuji oleh waktu, dan pemiliknya perlu merawat, memperbaiki, dan menyesuaikan diri.

Begitu pula pernikahan. Fase-fase yang dilalui bukanlah tanda cinta melemah, melainkan bagian dari proses pematangan. Di awal ada euforia, lalu muncul realitas yang terkadang mengejutkan, kemudian pasangan belajar bertahan bersama, dan akhirnya cinta yang lebih tenang serta dewasa pun tumbuh.

Islam memandang pernikahan bukan hanya kontrak sosial, tetapi juga perjanjian suci (misaqan ghalizan). Pernikahan adalah ladang ibadah, di mana cinta tidak berhenti pada rasa, tetapi diarahkan menuju ridha Allah. Setiap fase dalam rumah tangga bisa menjadi pahala, Kesabaran saat menghadapi konflik, Kerendahan hati saat belajar memahami pasangan, Keteguhan dalam menjaga komitmen serta kehangatan saat menumbuhkan kembali cinta. Dengan begitu, setiap naik turun bukan lagi dianggap masalah semata, tetapi kesempatan untuk menumbuhkan kualitas jiwa.

Cinta pernikahan yang matang bukan lagi sekadar soal bunga, hadiah, atau janji manis. Ia lahir dari kebersamaan menghadapi badai, dari tangis dan tawa yang dibagi, dari doa-doa yang terucap di sepertiga malam dan tanggung jawab pasangan. Cinta seperti ini tidak meledak seperti kembang api, melainkan menyala tenang seperti lampu minyak yang tidak mudah padam. Ia realistis, tapi hangat. Ia sederhana, tapi dalam.

Ketika pasangan berhasil melalui dinamika pernikahan dengan kesabaran dan kebersamaan, cinta yang muncul jauh lebih kuat daripada sekadar rasa di awal pernikahan. Inilah cinta yang dewasa dimana cinta itu memahami, menguatkan, dan tetap hidup meski waktu berjalan puluhan tahun.

Jadi, Pernikahan bukan perjalanan menuju bahagia selamanya tanpa hambatan. Ia adalah perjalanan bersama untuk terus belajar, saling menopang, dan tumbuh dewasa. Tidak ada pasangan yang luput dari fase-fase sulit. Justru karena melewati itulah, cinta bisa mencapai bentuk yang lebih matang. Mungkin inilah rahasia mengapa pernikahan disebut ibadah panjang. Karena setiap langkahnya adalah ujian kesetiaan, kesabaran, dan kasih sayang yang mengarah kepada Allah.

Razi
Razi Assalamu’alaikum. Saya Razi pengelola Blog Razinotes.com Terima kasih sudah singgah di blog sederhana ini, semoga ada manfaat meski hanya sedikit catatan yang tertulis. Jika ada salah, mohon dimaafkan. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Posting Komentar