Solidaritas, Lem yang Menjaga Pernikahan

Sebagaimana telah disingung sebelumnya, Setiap pernikahan dimulai dengan gairah dan romantisme yang menyala terang. Namun, seiring waktu, api itu tidak bisa lagi dijadikan satu-satunya penopang. Setelah badai kenyataan menghantam, banyak pasangan menyadari bahwa yang membuat mereka tetap bertahan bukan lagi cinta yang manis, melainkan sesuatu yang lebih kokoh, tanggung jawab dan komitmen.
Ada anak yang harus dibesarkan, keluarga yang harus dijaga, dan janji suci yang diucapkan di hadapan Allah serta saksi pernikahan. Dari sinilah lahir fase yang sangat menentukan yaitu fase solidaritas, atau dalam literatur psikologi keluarga dikenal sebagai stability/commitment stage.
Solidaritas: Lem yang Menyatukan Dua Jiwa
Solidaritas dalam pernikahan ibarat lem yang merekatkan dua keping yang retak. Tidak selalu indah, kadang terasa kering, tetapi tanpanya, rumah tangga bisa runtuh kapan saja. Beberapa tanda keluarga mulai memasuki Fase solidaritas adalah
- Pasangan mulai menerima kenyataan apa adanya, tanpa lagi banyak ilusi.
- Dorongan untuk bertahan karena tanggung jawab, baik terhadap anak, ekonomi, nilai agama, maupun keluarga.
- Pola pikir yang lebih stabil, misalnya: “Tak apa tidak selalu bahagia, yang penting kita saling menopang.”
Pada tahap ini, cinta mungkin tidak lagi berbentuk keintiman yang berapi-api, tetapi berupa kesetiaan, komitmen, dan kebersamaan yang terkadang terasa getir. Meski tampak kokoh, fase solidaritas bukan tanpa tantangan. Salah satu risiko yang kerap muncul adalah hubungan yang hanya bersifat fungsional. Pasangan hidup bersama, menjalankan kewajiban, tetapi kehilangan kehangatan emosional.
Fenomena ini sering disebut married but lonely, menikah, tetapi merasa kesepian. Mereka tetap satu atap, tetapi hati terasa jauh. Jika tidak disadari, kondisi ini bisa melahirkan masalah baru, seperti Kehilangan komunikasi yang intim, Berkurangnya rasa sayang dalam keseharian, bahkan munculnya godaan dari luar pernikahan. Namun, justru karena inilah fase solidaritas penting untuk dipahami. Ia bukan akhir, melainkan jembatan menuju cinta yang lebih matang.
Solidaritas sebagai Fondasi Kekuatan Pernikahan
Banyak orang salah menilai fase solidaritas sebagai periode “kering” dalam rumah tangga. Padahal, justru di sinilah letak kekuatannya. Solidaritas adalah tanda bahwa pasangan sudah dewasa dalam mencintai. Tidak lagi mengukur hubungan dari seberapa sering mereka tertawa bersama, melainkan dari seberapa kuat mereka tetap bergandengan tangan meski dunia terasa berat.
Rasulullah ï·º pernah mengingatkan:
Ù„َÙ…ْ Ù†َرَ Ù„ِÙ„ْÙ…ُتَØَابَّÙŠْÙ†ِ Ù…ِØ«ْÙ„َ النِّÙƒَاØِ
Artinya: Kami belum pernah melihat dua orang yang memadu cinta sebagaimana orang yang menikah.” (HR. Ibnu Majah)
Hadits ini menegaskan bahwa pernikahan adalah bingkai terbaik untuk cinta, bukan hanya ketika ia hangat membara, tetapi juga ketika ia diuji oleh tanggung jawab dan realita. Menariknya, fase solidaritas adalah tahap yang paling banyak dialami pasangan. Tidak sedikit rumah tangga yang bertahan di fase ini hingga puluhan tahun. Mereka mungkin tidak selalu terlihat mesra, tetapi tetap teguh berdiri. Di balik “dinginnya solidaritas”, ada fondasi yang kuat, yaitu pernikahan itu sendiri. Dari sinilah peluang untuk membangun kembali keintiman muncul. Jika pasangan mampu mengolah solidaritas menjadi dasar yang kokoh, maka pintu menuju fase kebangkitan cinta akan terbuka lebar.
Mengubah Solidaritas Menjadi Kesempatan
Solidaritas bukan tanda cinta yang hilang, melainkan tanda cinta yang berubah bentuk. Ia adalah kesempatan untuk Menumbuhkan rasa hormat yang lebih dalam, Menguatkan kerja sama dalam rumah tangga, Membuka jalan bagi cinta yang lebih dewasa, realistis, dan tahan lama. Seperti bangunan yang mungkin tampak sederhana tetapi memiliki pondasi kokoh, pernikahan yang didasari solidaritas akan lebih siap menghadapi badai.
Solidaritas adalah fase yang kerap membuat pernikahan terasa monoton, namun justru di baliknya ada kekuatan yang tak terlihat. Ia adalah lem yang menjaga rumah tangga tetap utuh, meski tidak selalu indah.
Posting Komentar